Indra Ramadhan
Entah mengapa begitu membaca judul di atas, saya langsung
teringat Sadang Terminal Square (STS). Dahulu STS sempat ramai sekali, tapi kini
relatif sepi. Penampakan interior dan eksteriornya
begitu kusam tak menarik, toilet dan fasilitas umumnya begitu kumuh. Tenant-tenant banyak yang lari karena
sepi pengunjung, satu-satunya toko buku di STS pun hengkang. Yang bertahan
hanya penjaja barang dan jasa kaliber besar yang tebal modal dan punya nama.
Masalah lain muncul
ketika orang nomor satu di Purwakarta berencana mengubah Pasar Jumat menjadi mall dan hotel. Hal tersebut ditentang oleh pedagang setempat. Daripada membangun mall baru yang ditentang oleh warga dan
pedagang sekitar, mengapa tidak membenahi STS saja? Bangunannya sudah ada. Biaya
renovasi STS lebih kecil dibandingkan dengan membangun bangunan baru. Kecil
kemungkinan ditentang oleh warga apalagi oleh penyewa.
Kemudian muncul
pertanyaan-pertanyaan seperti, mengapa harus dibangun di Pasar Jumat? Apakah
karena Pasar Jumat berada di pusat kota namun menghasilkan (sedikit) pendapatan
bagi daerah? Apakah kemudian muncul keinginan untuk mengganti dengan sesuatu
yang dapat lebih (banyak) menghasilkan pendapatan bagi daerah? Ini semua hanya
praduga saya, jika Anda mempunyai data yang akurat dan dapat dipercaya, silakan
dikoreksi.
Berbicara
masalah lokasi. Apakah lokasi Pasar Jumat strategis? Memang, letaknya tepat di
pusat kota. Namun, STS juga tidak kalah strategis. Keunggulan STS adalah lokasinya yang terletak di
pertemuan arus dari arah Bandung, Cikampek dan Subang. Akses angkutan umum mudah dan
mudah dijangkau dari arah manapun.
Disadari atau
tidak, Sadang merupakan pintu gerbang masuk ke kota. Sadang merupakan “first impression” bagi orang baru datang
dari luar kota. Jika orang luar kota melihat Sadang dengan keadaan yang
gersang, panas, kumuh, semrawut,
tentu saja itu akan membuat orang malas
untuk berkunjung apalagi tertarik.
Rekomendasi Solusi
Menurut saya, sudah saatnya pemerintah (itu juga kalau mau
dan berminat) dan pengelola STS bersatu untuk membenahi area Sadang.
Bagaimana caranya? Pengelola STS dapat melakukan pembenahan di dalam dan di
luar. Pembenahan di dalam contohnya seperti food
court di lantai 3 yang saat ini telah berubah. Pembenahan di luar dapat
dilakukan dengan cara rebranding. Mengubah
image yang dulu dengan yang sekarang.
Contoh rebranding yang sukses
dilakukan oleh PT Kereta Api Indonesia.
Tugas pemerintah yang pertama ialah mengatur dan
memfasilitasi kepentingan umum, misalnya calon penumpang angkutan umum diberi fasilitas
tempat duduk di halte, menanam pohon peneduh di sekitar Sadang, dan membuat
atap kanopi di trotoar.
Tugas pemerintah yang kedua ialah mengajak/membujuk calon tenant yang sudah familiar
untuk bergabung. Contohnya; Di STS udah ada tenant
R*m*y*n*, mengapa tidak mencoba mengajak M*t*h*r*? STS belum memiliki toko
buku, mengapa tidak mengajak Gr*m*d**? Jika menginginkan sensasi makan makanan Jepang, mengapa tidak mencoba mengajak
H*kb*n? Jika ingin merasakan sensasi berbagai permainan, megapa tidak mengajak T*m*z*n*? atau mengajak tenant bioskop sekelas cinem*xx untuk
menambah wawasan perfileman masyarakat Purwakarta.
Bagaimana
caranya untuk menarik pengunjung? Sudah cukup
sering dibuat acara-acara akan tetapi tetap saja sepi peminat. Buatlah sesuatu
yang khas yang tidak ditemukan di tempat lain.
Mengapa tidak
menawarkan ruang khusus bagi para pengusaha lokal yang menjual ciri khas dari Purwakarta untuk membuka ruang usaha di
STS. Ada beberapa keuntungan dari pemberian ruang khusus bagi para pengusaha
local ini, diantaranya:
- Memberikan ruang pamer bagi pengusaha kecil dan menengah yang kesulitan untuk memasarkan hasil produknya ke konsumen.
- Selain menjaga dan mendekatkan dengan konsumen setia yang tinggal di daerah Sadang dan sekitarnya, juga berusaha menggaet calon konsumen potensial dari pengunjung atau pengendara yang lewat.
- Keuntungan bagi wisatawan yang memiliki keterbatasan waktu untuk mengunjungi semua tempat wisata, dapat membeli oleh-oleh khas dari berbagai daerah di Purwakarta terpusat di satu tempat.
- Pengelola diuntungkan dengan adanya tambahan pengunjung. Diharapkan STS nantinya tidak hanya berfungsi sebagai Mall saja, tetapi dapat berfungsi sebagai showroom bagi para pengusaha kecil dan menengah.
Pintu masuk = Pintu keluar
Seperti telah
dijelaskan di atas, Sadang merupakan pintu masuk. Sebenarnya, pemerintah daerah
dapat memanfaatkan itu dengan menempatkan stand
khusus di area tersebut untuk mempromosikan pariwisata di Purwakarta.
Harapannya, pengendara yang lewat lalu istirahat, akan tertarik untuk makan
makanan khas Purwakarta., Para Mojang dan Jajaka Purwakarta juga dapat diberdayakan
untuk ditempatkan di area tersebut dan bertugas menjelaskan tentang pariwisata
Purwakarta dan sambil membagikan brosur berisi informasi mengenai berbagai tempat
wisata di Purwakarta. Mungkin saja akan terbesit keinginan untuk berkunjung ke tempat
wisata tersebut atau kalau pun tidak sempat, mungkin di lain waktu. Saling
menguntungkan bukan?
Selain pintu
masuk, Sadang juga merupakan sebuah pintu keluar bagi para wisatawan dari
Purwakarta menuju daerahnya masing-masing. Kenapa tidak membuat pusat oleh-oleh
dan kerajinan khas Purwakarta disana?
Jika itu semua dapat
dilakukan maka, ibarat peribahasa, sekali
mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Pembenahan fasilitas umum di area
Sadang agar lebih manusiawi, pembenahan STS dengan memasukkan tenant dengan brand terkenal sekaligus membuat tempat khusus untuk mempromosikan
wisata di Purwakarta, rasanya terdengar lebih strategis. Dengan itu semua, maka
semestinya tidak perlu ada wacana Pasar Jumat akan bertransformasi menjadi Mall
dan hotel.
Indra Ramadhan adalah lulusan SMA N 1 Purwakarta yang juga seorang Magister Sistem
dan Teknik Transportasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
(Bagian 2)
Ijey
Tidak! Itu jika Anda menanyakan pendapat
saya.
Jawaban yang sama saya yakin akan terlontar
dari warga Bandung jika ditanya “Apakah Bandung membutuhkan sebuah Mall lagi?”
Beberapa orang mungkin menginginkan
keberadaan Mall selevel Kuningan
City, Grand Indonesia, dll. Tapi, kalau saya sih tidak. Bagi saya, segala hal yang sebuah Mall tawarkan sudah
bisa saya dapatkan di Purwakarta tanpa menghadirkan sebuah Mall baru. Lain
halnya dengan Bioskop yang pernah kami miliki tapi tidak saat ini. Beberapa
orang sangat yakin bahwa sebuah bioskop harus terintegrasi dengan sebuah Mall. Saya rasa pernyataan itu kurang
tepat jika kita melihat XXI Cikini, Djakarta Theater, atau XXI Kartika Chandra di Jakarta,
yang bisa berdiri sendiri. Jadi, apa bisa membangun bioskop tanpa membangun Mall? Bisa.
Kami merengek minta dibuatkan bioskop semenjak
beberapa abad yang lalu. Saya, setidaknya, tidak peduli dengan keberadaan
sebuah Mall di Purwakarta. Masyarakat
Purwakarta menghormati pasar tradisionalnya, dan mereka tidak memiliki masalah
dengan itu semua, kecuali kemacetan yang disebabkan oleh kacaunya
manajemen parkir di sekitar pasar dan tidak tertibnya angkutan kota di
sekitar pasar.
Menurut saya, bukan pasar yang bermasalah,
tapi manajemen parkir dan ketegasan penegakan hukum lalu lintas yang lemah.
Bioskop, hanya itu yang selama ini kami
minta… dan Gramedia lah, bonus.
Yang pasti bukan Mall, ya.
Netizen, Bioskop, dan Purwakarta
Sementara Wakil Gubernur Jawa Barat yang waktu
itu baru terpilih Deddy
Mizwar berjanji di tahun 2013 berjanji untuk membangun bioskop di seluruh kabupaten di
provinsi Jawa Barat, Bupati Purwakarta—yang segera akan menjadi Gubernur Planet
Venus di 2018—Dedi Mulyadi menargetkan pada tahun 2018 masyarakat Purwakarta
sudah dapat menikmati pusat
perbelanjaan berkonsep seperti Pondok Indah Mall
(PIM) Jakarta, di mana dua buah gedung akan disambungkan menggunakan
jembatan, dll, dll.
Lalu, kapan pertama kali netizen Purwakarta mulai “mengemis” menginginkan Purwakarta
memiliki bioskop? Itu
terjadi di tahun ketika Bupati Purwakarta incumbent
masih belum memiliki akun Twitter, yaitu di tahun 2010, dan dicuitkan oleh
akun @gumilartyas
yang menanggapi akun @cinema21 berikut:
Setidaknya kita sekarang mengetahui bahwa
enam tahun yang lalu Tasikmalaya telah membuka bioskop Tasik 21. Selamat
teman-teman Tasik! Kalian beruntung sekali!
Fakta selanjutnya, permintaan mengenai
dibangunnya bioskop yang langsung ditujukan kepada akun Bupati pertama kali
muncul di bulan Februari 2014 oleh akun @Abhi_kvk.
Berikut penampakannya:
“Pak, tolong dibangun bioskop di
Purwakarta agar lebih ramai dan tidak tertinggal dari kota* yang lain”
Singkatnya, keinginan yang telah terpendam
berabad-abad lalu baru baru muncul secara digital di tahun 2010, dan dikabarkan
akan direalisasikan pada 2018 di Purwakata. Namun, tampaknya ada kesalahpahaman
dalam menangkap keinginan netizen yang menginginkan bi-yos-kop.
Kemudian, mengapa wacana pembangunan Mall menjadi problematik?
Pansus Penghapusan Aset Pasar Juma’ah (Jumat)
Bupati Purwakarta bisa dibilang kurang
memiliki rekam jejak yang cantik
dalam berhubungan para pedagang pasar tradisional. Bupati pengusung tradisi ini
malah dijadikan musuh besar oleh para pedagang di Pasar Rebo karena beliau kekeuh merelokasi
para pedagang sementara menurut pedagang, janjinya hanya merenovasi Pasar Rebo
saja. Nasib yang sama juga menimpa para pedagang di pasar Plered.
Hingga detik ini, hubungan antara Bupati dan
para pedagang Pasar Rebo masih jauh dari kata harmonis.
Entah bagaimana awalnya, tebentuklah tim Pansus
Penghapusan Aset Pasar Juma’ah (Jumat) oleh DPRD Kabupaten Purwakarta.
Menurut Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran, Bandung, Prof. Dr.
Bagir Manan, sebuah pansus
dibuat bertujuan untuk membahas secara internal guna memperjelas sebuah isu
tertentu dalam jangka waktu kerja tertentu, dan tidak memiliki kewenangan
polisional (aturan).
Sementara itu, menurut presentasi
mengenai penghapusan aset yang dibuat oleh IPDN, penjelasan dasar mengenai
penghapusan aset daerah adalah:
Dalam konteks Pasar Jumat, telah muncul kabar
mengenai take over atau pegambilalihan manajemen pasar. Yang masih belum benar-benar
diketahui adalah metode yang akan dipakai dalam proses itu; apakah melalui
lelang atau tender terbuka? Menjual ke swasta? Tukar tambah? Atau penghapusan
dari catatan?
Penentuan metode di atas ada di tangan
Eksekutif dilengkapi dengan persetujuan Legislatif. Apapun metode yang dipilih,
harus dilakukan secara transparan (bukan menurut saya, tapi menurut slides yang dibuat IPDN di atas).
Argumen yang paling logis yang dapat dipakai
untuk “menghapus” Pasar Jumat menjadi sebuah Mall bergaya PIM Jakarta adalah pertimbangan ekonomis yang ada di
lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007, berbunyi; “Secara ekonomis lebih menguntungkan bagi
daerah apabila dihapus, karena biaya operasional dan pemeliharaannya lebih
besar dari manfaat yang diperoleh.”
Perdebatan yang terjadi di persoalan Pasar
Jumat adalah mengenai tekad pedagang yang tidak ingin kehilangan identitas
sebagai pedagang pasar tradisional dan buruknya sosialisasi mengenai perubahan
yang akan terjadi di Pasar Jumat. Bupati
Purwakarta telah berjanji akan mempertahankan para pedagang walaupun mall dan hotel sudah dibangun pada 2018. Amin,
semoga seluruh janjinya ditepati.
Makna Pasar Tradisional Purwakarta Bagi Saya
Bagi saya, Pasar Jumat—sama seperti Pasar
Rebo, Pasar Senen dan pasar tradisional lainnya—di Purwakarta adalah lebih dari
sekedar tempat orang berdagang. Itu semua merupakan identitas kabupaten yang
telah dimiliki sejak dahulu kala. Bahkan, sejarah identitas pasar tradisional
di Purwakarta sangat terasa lebih asli daripada identitas Galuh Pakuan atau Ki Sunda
yang terlalu memaksakan dan dibuat-buat.
Ya, Pasar Jumat adalah tempat berkumpulnya
Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Purwakarta untuk berunding dengan
Bupati saat itu dan akhirnya menyerbu markas Honbu Kempetai Purwakarta hingga para tentara Jepang terpaksa
menyerahkan senjata mereka dan kemudian dikumpulkan di Kantor Polisi Cipaisan (sumber).
Kesimpulan
Dari seluruh proses politik yang tengah berjalan,
saya tetap memiliki sikap untuk menolak
pendirian Mall di Purwakarta yang mungil itu
dan mendukung penuh realisasi janji
Deddy Mizwar di tahun 2013 untuk membangun bioskop di seluruh kabupaten di Jawa
Barat.
Penting:
- Sikap pribadi saya tidaklah penting, dan tidak perlu dipikirkan lebih jauh lagi oleh siapa pun Anda.
- Masih banyak di luar sana masyarakat Purwakarta yang memiliki suara yang penting berkenaan pertanyaan, “Apakah Purwakarta Membutuhkan Sebuah Mall?”
No comments:
Post a Comment
Wanna save the world? Share this piece.