Malam ini, Kamis, 20 Agustus 2015 pukul 11:52,
saya baru saja menyaksikan premiere film yang dibintangi oleh salah satu aktor
yang saya sukai, Tom Hardy, berjudul Child
44 di XXI Lotte Shopping Avenue, Jl. Dr. Satrio, Kuningan, Jakarta Selatan,
bangku F8. Ini mungkin bukan film
terbaik se-dunia, tapi ini mungkin film yang paling tidak ada hubungannya dengan—tempat
saya lahir, dididik, jatuh cinta, patah hati, dan dibesarkan—Kabupaten
Purwakarta.
![]() |
Tom Hardy sebagai Leo Demidov di Child 44 |
Film ini bercerita tentang Leo Demidov (Tom
Hardy) yang merupakan penyidik terpercaya di bawah rezim diktator Stalin, harus
kehilangan jabatannya karena mencoba melindungi istrinya yang dituduh sebagai
pengkhianat negara.
Kemalangan itu bukan pertama karena Alexei, teman baik Leo, yang anaknya (dan kemudian anak kecil lainnya) dibunuh oleh pria misterius harus ditutupi penyebab kematiannya. Di Surga (Uni Soviet) tidak ada pembunuhan, yang ada adalah kecelakaan. Sehingga, keluarga korban tidak bisa menuntut pemerintah untuk bekerja dengan becus menyelesaikan kasus. Dengan dalih kecelakaan, keluarga Alexei dipaksa untuk menerima ‘kenyataan’ itu, dan sialnya, Leo menjadi orang yang dipaksa disuruh mengumumkan kebohongan itu di depan keluarga sahabatnya.
Kemalangan itu bukan pertama karena Alexei, teman baik Leo, yang anaknya (dan kemudian anak kecil lainnya) dibunuh oleh pria misterius harus ditutupi penyebab kematiannya. Di Surga (Uni Soviet) tidak ada pembunuhan, yang ada adalah kecelakaan. Sehingga, keluarga korban tidak bisa menuntut pemerintah untuk bekerja dengan becus menyelesaikan kasus. Dengan dalih kecelakaan, keluarga Alexei dipaksa untuk menerima ‘kenyataan’ itu, dan sialnya, Leo menjadi orang yang dipaksa disuruh mengumumkan kebohongan itu di depan keluarga sahabatnya.
Mencari kebenaran di Soviet sama dengan bunuh
diri. Leo tahu sejak awal bahwa anak baptisnya itu bukan karena kecelakaan, dan
ia bertekad untuk membuktikannya dengan cara-cara yang sesuai. Itu semua demi
menunjukkan kebenaran dan keadilan di masyarakat.
Berusaha menunjukkan
kebenaran masa itu? Gila. Bagaimana di masa kini? Hehehe..
Ada beberapa hal yang bisa sangat saya pahami dari film yang berlatar Moskow, Volsk dan Rostov tahun 1953 rezim Stalin itu. Namun, sebelum memasuki poin-poin tersebut, saya ingin kita bersama memahami benar-benar terlebih dahulu mengenai beberapa istilah yang akan muncul di tulisan ini:
- Diktator: Kepala pemerintahan yang memiliki kekuasaan mutlak.
- Narsisme: Hal (keadaan) mencintai diri sendiri secara berlebihan.
- Mutasi: Pemindahan pegawai dari satu jabatan ke jabatan lain.
- Demosi: Pemindahan suatu jabatan ke jabatan yang lebih rendah.
- Intimidasi: Tindakan menakut-nakuti (terutama untuk memaksa orang atau pihak lain berbuat sesuatu); gertakan; ancaman.
- Utopia: Sistem sosial politik yang sempurna yang hanya ada di khayalan dan sulit atau tidak mungkin diwujudkan di kenyataan.
- Distopia: Tempat di mana orang-orang hidup dalam ketakutan karena tidak diperlakukan secara adil.
(Sumber: Kamus Besar Bahasa Indonesia)
1. Stalin: Pemimpin Pengidap Narsisme
Mungkin sudah
banyak yang tahu kalau Stalin—diktator yang mengalahkan Nazi—merupakan orang
yang mengidap narsisme kronis dan doyan melakukan propaganda. Saya sendiri baru mengetahuinya benar ketika
kuliah dan menganalisis novel karya George Orwell, Animal Farm. Terbukti, di Child
44, jika Anda jeli ketika menonton, Anda akan menemukan banyak sekali foto atau
gambar Stalin terpampang di mana-mana; rumah, sekolah, pabrik-pabrik, kantor
polisi, bahkan spanduk di jalanan.
Stalin
terbilang sukses menggunakan media untuk mencitrakan dirinya sebagai sosok Ayah penyayang
anak-anak dan pelindung masyarakat. Kanal media pada masa itu yang dikerahkan
adalah selembaran, spanduk, koran, teater/pertunjukan kesenian, buku, ceramah akademis, film, sekolah, organisasi kepemudaan dan radio. Jika ia masih hidup saat ini
mungkin dia akan menggunakan Twitter atau membuat dan memanfaatkan website
abal-abal untuk pencitraannya.
Kita tahu bahwa Narsisme merupakan sebuah penyimpangan atau penyakit yang dapat menghilangkan rasa empati bahkan kepekaan si pengidap akan keadaan lingkungan sekitar karena ia terlalu sibuk mencintai dan memuaskan hasrat pribadinya.
![]() |
![]() |
Kita tahu bahwa Narsisme merupakan sebuah penyimpangan atau penyakit yang dapat menghilangkan rasa empati bahkan kepekaan si pengidap akan keadaan lingkungan sekitar karena ia terlalu sibuk mencintai dan memuaskan hasrat pribadinya.
Stalin telah
mencetak sejarah yang jujur saja kurang bisa diidolakan dengan membunuh setidaknya 30-60 juta orang sepanjang rezimnya.
2. Intimidasi Terhadap Leo Demidov dan
Orang-Orang yang Dicintainya
Faktanya pada
masa itu, jika rakyat mengeritik kebijakan pemerintah, menuntut keadilan dari
pemerintah, atau menginginkan kebenaran atas apa yang terjadi di masyarakat
tidak jarang akan berujung pada kematian.
I kid you not.
Namun,
tahapannya adalah melalui intimidasi terlebih dahulu. Bukan lewat SMS, tapi melalui
formalitas surat yang makna akhirnya sebenarnya sudah dapat diterjemahkan; menurut
atau mati. Di Child 44, pegawai
boneka rezim Stalin mengintimidasi orang-orang yang dicintai oleh Leo Demidov
seperti istrinya, Alexei, dan keluarga Jendral yang membantunya memecahkan kasus
pembunuhan anak di Volsk dan Rostov.
Itu merupakan
cara yang dianggap paling efektif oleh kroco-kroco Stalin untuk menangkap ikan
yang lebih besar, yaitu Leo Demidov.
3. Mutasi dan Demosi Leo Demidov
Sebagai
hukuman untuk Leo Demidov karena melindungi istrinya yang dianggap mata-mata,
dan mengeritisi kebijakan pemerintah yang tidak mau mengenal pembunuhan sebagai
penyebab kematian, ia dimutasi sekaligus mengalami demosi ke Volsk—tempat kumuh
yang jauh dari hingar bingar terlihat tak memiliki harapan seperti sengaja
dibentuk sebagai tempat pembuangan pegawai—dari ibukota Moskow.
Ketika Leo
dimutasi, ia berkata kepada istrinya, We’re
dead already (Kita sudah mati). Dari situ, ia tidak melihat ada hal yang
mesti ditakutkan atau dikorbankan untuk menguak kebenaran pembunuhan anak-anak
kecil termasuk anak Alexei.
Mungkin, kagok edan.
Konklusi
Jika kita
melihat dari kacamata masa kini, mungkin pertanyaan seperti “Kok bisa ya ada
orang-orang yang mau bakerja untuk hingga menjilat pantat diktator pengidap
narsisme kronis yang intimidatif seperti Stalin?” “Lalu ada tidak yah orang-orang
semacam itu di zaman sekarang?” Jika tidak pernah muncul pertanyaan seperti
itu, mungkin hanya saya saja yang terlalu ingin mengetahui. Stalin, pada masa
itu, berhasil membuat “Surga” di mana masyarakat dipaksa untuk mempercayainya
melalui propaganda media.
Utopia,
katanya. Sebaliknya, surga dunia itu merupakan distopia yang sesungguhnya.
Namun,
harapan itu ada, Rusia sudah banyak berubah hingga sekarang, ya setidaknya
lebih baik daripada masa Stalin. Akhirnya, jika Anda menanyakan apa hubungan
Kabupaten Purwakarta dengan ulasan Child
44 di atas? Jawabannya, tidak ada. Anda dalami saja sendiri, pasti tidak
ada. Jika pun ada, itu akan sangat jauh sekali. Anda pikir saja, Purwakarta ke Moskow
kan jauh sekali.
No comments:
Post a Comment
Wanna save the world? Share this piece.