Saya bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Penyayang
bahwa pemilihan Presiden Republik Indonesia yang lalu suka tidak suka telah menumbuhkan—meski
belum sepenuhnya secara matang—kepedulian masyarakat umum terhadap politik.
Satu-satunya hal yang menyedihkan bagi saya adalah
aroma permusuhan yang terus ‘dibuat’ oleh pihak-pihak Yang Maha Tidak Bertanggung jawab
untuk mengadu domba kita bahkan setelah pemilu berakhir.
Sementara itu, Purwakarta akan menghadapi
pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada tahun 2018. Hasil dari pemilu tersebut mungkin
dapat mengubah keadaan di Purwakarta hari ini menjadi lebih baik dan masuk akal lagi
bagi manusia terdidik pada umumnya.
Semua itu tergantung pada Anda (dan tentu saja rida
Tuhan Yang Maha Kuasa).
Oleh karena itu, saya, sebagai orang yang
lahir, dibesarkan, sekolah, jatuh cinta, patah hati, dan berencana dikuburkan
jasadnya di Purwakarta, sangat ingin mengutarakan tiga hal penting berkaitan
dengan Pilkada Purwakarta 2018 mendatang (berlaku juga untuk Pemilihan
Legislatif juga).
1. Akibat tidak peduli terhadap politik sosial
Saya mengerti betul kalau tidak semua
orang menikmati perbincangan dengan tema politik sosial. Terimalah
kenyataan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Namun, lebih dari itu saya juga percaya
bahwa politik sudah melekat pada diri kita semenjak kita lahir. Politik adalah fitrah kita.
Sebenarnya, kesadaran kita terhadap atau dalam menggunakan
kekuatan politik sudah pernah dilakukan bahkan semenjak masa kanak-kanak (apa
sekarang Anda sudah dewasa?). Buktinya, kita melakukan bersaing dengan beberapa
kandidat lain dan melakukan berbagai manuver untuk mendapatkan perhatian dari
calon pasangan kita. Ada yang memakai cara yang romantis, jujur, penuh kasih
sayang, hingga—amit-amit—cara yang curang dan kotor.
Terdengar tidak asing bukan? PDKT adalah hal
yang politis.
Besar kemungkinan, politik yang selama ini kita
lihat, benci dan pahami merupakan politik praktis yang dijalankan oleh orang-orang yang curang dan tidak amanah
sehingga membuat politik itu kotor. Politik selama ini yang telah dikotori manusia bukan politik yang serta-merta mengotori manusia.
Lalu, apa akibatnya jika kita tidak peduli
terhadap politik itu? Kita menutup kemungkinan
untuk mewujudkan segala harapan baik yang dibayangkan kemudian dipaksa/terpaksa menerima
kenyataan yang sedang dan akan terjadi sebagai konsekuensi.
Dalam konteks PDKT di atas; mungkin kita tidak akan berhasil menjadi pasangannya yang mungkin sebenarnya bisa berlanjut hingga ke pelaminan, juga kemungkinan memiliki keturunan, dan Insha’allah dapat tinggal di rumah yang sederhana nan teduh. Akhirnya, kita dipaksa/terpaksa menerima kenyataan bahwa orang itu akan menjadi pasangan orang lain, menikahinya, memiliki keturunan dan tinggal bersama bahagia selamanya bagaikan Teletubbies.
Kembali ke konteks Purwakarta, kepedulian
politik Anda terhadap Pilkada Purwakarta 2018 akan menentukan:
- Apakah anak atau saudara Anda harus masuk sekolah jam 6 pagi setiap harinya?
- Apakah ada ancaman untuk dinikahkan secara paksa jika Anda bertamu lebih dari jam 9 malam?
- Apakah Purwakarta dan warganya akan kembali diolok-olok oleh berbagai media nasional dan internasional akibat kebijakan yang konyol dan diskriminatif?
- Apakah pembangunan infrastruktur di Purwakarta akan merata?
- Apakah Anda dapat menjalani hidup dengan aman, tentram tanpa intimidasi dan bisa tidur nyenyak setiap malam?
- Apakah Anda selalu harus menghadiri festival kebudayaan ambisius yang trivial?
- Apakah mencabut izin operasional SMK/STM cukup strategis dan berkelanjutan untuk terus dipakai sebagai solusi menghentikan tawuran?
- Apakah cukup sehat dan adil untuk berinvestasi di Purwakarta?
- Apakah masyarakat dapat menikmati ruang terbuka publik dengan semestinya?
- Apakah Purwakarta akan memiliki bioskop? (mohon maaf, pertanyaan retorikal saya yang ini terlampau tak masuk akal dan hampir mustahil terwujud?
2. Golput untuk pengecut
Bagi saya, golput hanyalah untuk pengecut.
Betapa tidak? Satu suara sangat berpengaruh kepada hasil akhir dari setiap
pemilihan umum. Boleh jadi, penentu apakah orang amanah atau tidak yang akan
terpilih sebagai Bupati bergantung pada satu suara itu, dan yang menerima
akibat setelahnya? Masyarakat.
Setiap kandidat—baik yang benar-benar tulus dan
jujur hingga licik, korup, antek-antek pewaris sistem rusak—akan
mendorong Anda untuk menggunakan hak pilih. Tentu saja, karena mereka semua
telah menyadari betul betapa satu suara pun berarti.
Sejengkel atau sejijik apa pun Anda terhadap
politik, pergunakanlah suara Anda kepada salah satu kandidat yang diyakini
menawarkan visi dan misi yang sesuai dengan harapan Anda untuk kehidupan di
Purwakarta yang lebih baik.
Terlebih, jika Anda Golput/tidak menggunakan
hak suara Anda kepada salah satu kandidat, Anda tidak berhak untuk melakukan
protes mengenai kondisi apa pun yang terjadi kepada dia yang nanti terpilih.
Pertanyaan saya, apa yang membuat Anda lebih
berhak untuk melakukan protes ketika Anda tidak berpartisipasi dalam pesta
demokrasi tersebut dibanding mereka yang benar-benar secara bertanggung jawab
menggunakan haknya?
Lalu bagaimana jika pada akhirnya kita benar-benar
salah pilih? Namanya juga hidup, banyak salah dalam memilih itu pasti, tidak
akan semua pilihan dalam hidup selalu tepat. Kemudian, sebagai pemilih yang
dewasa dan bertanggung jawab, kita berhak—bahkan pada titik tertentu wajib—mengeritisi secara sehat, cerdas,
damai, dan konstruktif Si Bupati terpilih.
Yang terpenting adalah menjawab pertanyaan “Bagaimana jika pilihan kita semua tepat?”
Bahkan, kita masih belum dapat sepenuhnya sepakat
akan definisi “tepat” untuk Bupati Purwakarta 2018 itu sendiri. Tepat bagi kita
belum tentu tepat bagi orang lain.
Jika definisi “tepat” adalah seorang kandidat mendapatkan
100% suara dalam Pilkada, maka mungkin kita tidak akan pernah mendapatkan
kepala daerah yang tepat selama-lamanya. Bukan begitu?
Jadi, tentu saja kita harus menyadari bahwa
kita pasti akan tidak sepakat
terhadap berbagai macam hal dengan berbagai pihak atau mungkin beberapa orang.
Yang terpenting adalah membuka lebar pintu debat atau dialog terbuka dan
memanfaatkan pendekatan dialektika tersebut sebagai sarana yang sehat untuk
kita berdiskusi demi kebaikan yang lebih baik.
Oleh karena itu, please be a very very smart
voter the best you can be, and vote for someone that fits your ideal.
3. What should we do next then?
Wake up, my dearest Purwakartans! Be prepared to care about and actively contribute in things such as politics, civic engagement, etc, from now.
Bangunlah dan mulai peduli terhadap apa yang
terjadi di sekitar kita. Pertanyakan banyak hal, jadilah lebih skeptis karena
itu akan memudahkan untuk dapat berpikir lebih kritis. Secara bersamaan,
banyaklah bermimpi dan memiliki angan-angan mengenai konsep kehidupan di
Purwakarta yang lebih manusiawi, beradab, kreatif, prospektif, canggih dan hal
positif lainnya.
Mengapa kita mesti berangan-angan? Itu karena kota-kota
di belahan bumi lain saja dapat mewujudkannya, mengapa kita tidak?
Meskipun politik belum banyak dianggap sebagai
topik yang asyik, saya tetap menganjurkan untuk memperbanyak diskusi secara sehat dengan anggota
keluarga maupun teman-teman yang selama ini Anda anggap nyaman untuk hang out (Jangan lupa selfie dan bagikan
di seluruh media sosial setelahnya).
Percayalah bahwa kita akan selalu dapat mencari
cara untuk membuatnya asik untuk diperbincangkan; bisa dibalut humor dan lain
sebagainya.
Penutup
Bukanlah maksud saya untuk mengatur hidup Anda,
para pembaca yang saya hormati. Tentu saja Anda berhak menganggap semua ini omong
kosong. Namun, ingatlah bahwa Anda tidak memerlukan pemerintah untuk menjadi
masyarakat, tapi pemerintah memerlukan masyarakat untuk menjadi pemerintah.
Pilihlah mereka yang bertekad melayani Anda
sebagai *masyarakat. Hanya anda yang dapat menyelamatkan Purwakarta di tahun
2018.
*Menjadi masyarakat pun mesti baik; taat membayar
pajak, mematuhi aturan lalu lintas, peduli terhadap sesama, menolak politik
uang, dan mementingkan kepentingan bersama daripada pribadi di masyarakat.
@ijey merupakan bagian kecil dari Jong Purwakarta. Tulisan ini merupakan pandangan pribadinya.
No comments:
Post a Comment
Wanna save the world? Share this piece.