Saya adalah
jenis orang yang memperdulikan apa perkataan orang lain, siapa yang berbicara,
di mana/media apa hal tersebut dibicarakan dan kapan dibicarakan. Setelah
mengetahui ketiga hal tersebut, saya tinggal memutuskan akan menghiraukannya
atau tidak sama sekali.
Didorong
oleh nilai-nilai adiluhung yang saya yakini tersebut, saya terlarut dalam rasa
penasaran mengenai apa yang akan muncul ketika saya mengetik “Meizar Ahmad
Assiry” di kotak pencarian Google. Kemudian saya menemukan lima hal bombastis
berikut:
Twit @ijey Ada di Koran Kompas
Tak pernah
terpikirkan sepanjang hidup saya bahwa suatu hari nanti nama saya akan terpampang
di surat kabar yang telah memiliki sejarah panjang di Indonesia, Kompas.
Ternyata, dalam artikel Presiden Jokowi akhirnya
mencabut Peraturan Presiden yang memungkinkan pejabat diberikan fasilitas uang muka untuk membeli
kendaraan pribadi, twit dari akun @ijey
pernah dicatut sebagai salah satu pelengkap.
Saya tidak akan mempermasalahkan perkara
pencatutan nama saya ini ke pihak yang berwenang. Tentu saja.
Menjadi Narasumber Jakarta Globe
Pembakaran patung tokoh pewayangan di Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta,
Jawa Barat—yang dilakukan oleh siapa pun dia dan disuruh oleh siapa pun
majikannya itu—telah menjadi berkah bagi saya. Kembali, nama saya diizinkan
untuk hadir di media daring besar berbahasa Inggris di Indonesia, Jakarta
Globe.
Ketika itu,
rekan kerja saya, Talita
Putriyanti, yang ditanyai temannya yang mana, dimanaya, oleh karena itu,
meskipun, sejatinya, adalah jurnalis Jakarta Globe yang sedang mencari sub-manusia
asli Purwakarta di Jakarta, merekomendasikan saya untuk melengkapi bagian opini
masyarakat di cerita tersebut.
Trivia: Wawancara ini dilakukan di toilet melalui WhatsApp. Terima kasih
teknologi!
Berada di Bagian “Terima Kasih” Skripsi Nadya Naviska
Skripsi milik
Nadya Naviska (Dea) yang berjudul “Gambaran
Mekanisme Koping Siswa Kelas 3 SMA di SMAN 1 Purwakarta Tahun Ajaran 2011/2012
Menjelang Ujian Nasional” menempatkan saya, Ninda Kartikadewi, Hari AkbarMuharamsyah dan Firda Utami Intania pada poin 9 sebagai pihak yang diucapkan
terima kasih atas saran, doa dan bantuannya selama Dea menyelesaikan skripsi
itu. Padahal saya tidak pernah benar-benar spesifik mendoakannya di masa itu
kecuali di doa seluruh muslim sehabis shalat.
Punten yah, de.
Menjadi Bagian dari Rangkaian Chirpstory mengenai Tuhan
Ketika
heboh muncul manusia bernama Tuhan saya tidak ingin ketinggalan untuk
mengomentari hingga suatu hari saya berkicau seperti di bawah ini. Twit
tersebut masuk dalam rangkaian Chirspstory yang berjudul “Perlukah Tuhan Berganti Nama?”
Kamu berani? Wah parah.. Tuhan loh ini.
Menjadi Kandidat Staf Lokal Kedutaan Besar Spanyol untuk Indonesia
Di dokumen
berjudul:
Atau dalam
Bahasa Inggris “Call for admission as permanent staff in
the Economic and Trade Office in Jakarta (Indonesia) in the category of
administrative assistant” ternyata ada nama saya di dalamnya. Saat itu
tidak pernah ada panggilan wawancara untuk posisi ini. Dengan ini, saya semakin yakin bahwa
saya adalah manusia yang kurang kredibel.
Apakah Anda
pernah Googling nama sendiri seperti
saya? Bagaimana hasilnya? Saya tidak mau tahu!
tahukah kamu, meng-google nama sendiri itu agak-agak kurang kerjaan. tapi cara kamu mengatakannya membuat itu seperti sebuah hal yang menarik.
ReplyDeleteMas Rian,
DeleteSaya sepenuhnya menyadari bahwa itu merupakan kegiatan yang kurang berfaedah. Namun, saya akan ikut senang jika orang lain jadi mulai ingin meng-kepo-i diri mereka sendiri. Siapa tahu dari situ, semakin dapat diketahui potensi diri mereka masing-masing.
Gue ga ngerti ini ngetik apaan..
Untuk nama gue yg terlalu sederhana, kadang kzl sendiri karena banyak sekali nama "suprayogi" yg bukan gue. Harus pake kolokasi...
ReplyDeleteKang Yogi,
DeleteNamanya ga usah mewah-mewah. Sederhana gitu udah bagus. Tuhan ga suka yang bermewah-mewahan.